Politik Yang Saya Jalani dan Hayati (Bagian 1)

(Catatan Pemikiran Politik Tgk H. M. Yusuf Abdul Wahab)

Tgk H. M. Yusuf Abdul Wahab / Tu Sop

Tusop.com - Bagi saya, politik memang bukan sesuatu yang asing. Jauh sebelum saya dilahirkan, politik sudah dulu masuk ke dalam rumah tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Diskusi-diskusi politik kerap menjadi hiasan bibir orang-orang yang bernaung di bawah atapnya. Rumah ‘santeut’ –istilah orang Aceh– yang terletak tak jauh dari stasiun kereta api Jeunieb itu menjadi saksi keseriusan orang tua saya bersama teman-teman seperjuangannya mendiskusikan berbagai dinamika politik yang berkembang saat itu. Orang tua saya, Tgk H. Abdul Wahab Hasballah – Abu, begitu kami (anak-anak beliau) biasa menyapa-, cerita orang-orang, sudah aktif berpolitik sebelum saya belum lahir. Saat itu beliau masih berjihad politik dibawah panji sebuah partai politik yang kala itu menjadi tempat bernaung mayoritas ulama dayah Aceh, Partai Tarbiyah (Perti).

Tgk H. Abdul Wahab
(Ayahanda Tu Sop)
Orang tua saya memang tidak dilahirkan sebagai politisi. Masa-masa mudanya lebih banyak dihabiskan menempa diri di majelis ilmu. Sebelum menikah dengan ummi saya, Hj. Zainab Muhammad Shaleh, “Ummi” biasa kami memanggilnya, beliau aktif belajar ilmu di dayah Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan asuhan ulama terkemuka Aceh, Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidi, biasa disapa Abuya Muda Waly. Selain sebagai seorang ulama besar Aceh yang memiliki tingkat pengetahuan agama di atas rata-rata, Abuya Muda Waly juga sosok ulama yang memberikan perhatian cukup serius pada dunia politik. Kala itu, Abuya dikenal sebagai tokoh sepuh di dalam partai Perti. Sudah barang tentu, sebagai seorang yang paham betul urgensitas ulama menguasai politik untuk memuluskan misi penguatan penerapan nilai-nilai Islam dan ahlussunnah wal jama’ah dalam kehidupan berbangsa, Abuya kerap memaparkan pemikiran-pemikiran beliau terhadap politik di depan murid-muridnya. Sehingga tak pelak, murid-murid beliau saat itu ikut terpanggil untuk berkontribusi mengembangkan misi Abuya dalam politik. Dan mayoritasnya, mereka mengikuti jejak dan teladan gurunya dengan ikut bergabung dalam partai Perti.

Sebagai murid yang kerap mendapat ideologi langsung dari Abuya, orang tua saya, Abu, ikut terdorong untuk memberikan perhatian serius pada politik. Dan kala itu, Abu bergabung dengan partai Perti. Untuk membesarkan partai inilah, Abu bersama teman-teman seperjuangannya berjuang keras sesuai kemampuan yang ada. Beliau kerap ikut dalam berbagai diskusi dan kegiatan-kegiatan politik kepartaian.

Sejak saya masih kecil, saya kerap melihat Abu duduk bersama teman-teman seperjuangan yang mayoritasnya pimpinan dayah membahas agenda politik. Mereka kerap duduk berdiskusi di teras rumah kami atau balai di depan rumah tempat para santri belajar. Kadangkala mereka berdialog dengan cukup serius hingga kening mengerut. Kertas-kertas bergambar mesjid dan bertulis “Perti” yang berserekan di halaqah majlis membuat suasana semakin ramai. Mereka berpikir keras bagaimana mengatur strategi untuk memenangkan partainya pada setiap agenda politik. Terkadang, diskusi mereka mengalir ringan dan santai sembari bercerita yang sesekali dibumbui canda tawa yang menggelegar. Mengingat momen itu, ingin sekali rasanya berada kembali duduk diantara mereka.

Ada banyak orang yang kerap bergabung mendiskusikan Perti saat itu. Namun saat itu, masih terlalu sulit bagi saya untuk menghafal setiap nama dan wajah mereka dikarenakan faktor umur saya yang masih belia saat itu. Yang saya kenal baik diantara mereka yang kerap bergabung dalam forum adalah Tgk Sya’wab Samalanga dan paman saya sendiri yang juga pimpinan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Ma’had Ulum Diniyah Islamiah (MUDI) Mesjid Raya, Samalanga kala itu, Tgk H. Abdul Aziz Muhammad Saleh yang biasa disapa Abon Samalanga. Selebihnya, saya tidak terlalu mengenalinya.

Bersambung...

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.