Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 September 2023

Jelang Pileg 2024, MPP PAS Aceh Konsolidasi Bacaleg DPRK Dan DPRA MPW PAS Bireuen



Laporan : Al Fadhal

Bireuen | Ketua Tanfidziah MPP Partai Adil Sejahtera (PAS) Aceh Tgk H Bulqaini Tanjongan bersama Ketua Mutasyar MPP PAS Aceh Abi Hidayat Waly melakukan konsolidasi dan Sosialisasi sejumlah pengurus, bacaleg DPRK, DPRA dan Simpatisan serta relawan MPW PAS Bireuen dalam rangka menghadapi Pileg 2024 mendatang pada Minggu, (18/09/2023) malam.


Acara digelar dipelataran komplek Dayah Dhiaul Haq Al Aziziyyah Leung Teugoh Jeunieb dihadiri Tgk Nurdin Judon yang sapaan akrabnya Abi Nas Jeunieb Anggota Dewan Mutasyar MPP PAS Aceh, Ketua MPW PAS Bireuen Tgk Mustafa Amin, pengurus inti MPW, MPC, Para Bacaleg DPRK, DPRA, simpatisan dan para relawan lainnya.  





Ketua Tanfidz PAS Aceh Tu Bulqaini menyebut, kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat sistem internal antara bacaleg pengurus dan simpatisan PAS Aceh. Selain itu hadirnya PAS dalam kontestasi politik akan memberikan warna baru dan sistem yang berbeda dengan partai lainnya. 






"Maka perlu kita sosialisasikan pemahaman ini kepada kader, ini yang sampaikan nanti Abi Hidayat, intinya bagaimanana ketentuan PAS Aceh mengelola prinsipil dana pokir misalnya, kewajiban finansial Dewan terpilih dengan partai, Caleg gagal kita tangani bagaimana dan kewajiban partai dalam menjaga Konstituen bagaiman mekanismenya, yang pastinya PAS Aceh akan berbeda dengan yang dilakukan partai lainya saat ini", tegas Tu Bulqaini. (Al Fadhal)


Rabu, 29 Maret 2023

Kajian Spesial Ramadhan Bersama Tu Sop, Ini Materi Kajiannya.



Oleh : Al Fadhal

Bireuen | Kajian Spesial Ramadhan 1444 H bersama Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk H Muhamammad Yusuf A Wahab atau yang akrab disapa Tu Sop ba'da shalat tarawih terbuka untuk umum digelar di Mushalla Dayah Babussalam Al Aziziah Jeunieb. Acara ini diikuti setiap malamnya oleh seribuan santri dan masyarakat setempat dengan materi kajian Kitab Al Adzkar karangan Imam Nawawi.


Apa Yang Menarik Dari Kajian Tersebut?


Isi kandungan Kitab Al Adzkar An Nawawiyah dibagi dalam bab-bab tertentu. Diantaranya mukadimah, keutamaan dan kedudukan zikir, serta adab zikir dan doa. Selain itu tentang doa sehari-hari, adab-adab terhadap Alquran, pujian-pujian pada Allah SWT dan shalawat kepada nabi Muhammad SAW. Kemudian hal-hal khusus dan ditutup tentang adab berdoa dan istighfar


Syekh Yahya bin Syarabin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, Abu Zakaria atau yang lebih populer dikenal sebagai Imam an Nawawi adalah seorang ulama besar yang dilahirkan pada Muharam 631 Hijriah di Nawa, Damaskus, Suriah. Imam Nawawi mendapat pendidikan dari ayahnya yang terkenal akan ketakwaan dan kesalehannya.


Salah satu karyanya, Kitab Al Adzkar An Nawawiyah memuat berbagai doa dan zikir dari nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, Al Adzkar An Nawawiyah menerangkan hadits dan petuah para ulama mengenai zikir, doa, adab dan ibadah yang mengarahkan pembaca untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.




Sabtu, 15 Januari 2022

Pelantikan KNPI Bireuen, Tu Sop : KNPI Jangan Kalah Cepat Sehingga Cepat Kalah Dalam Persaingan

 

Pelantikan Pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Bireuen Periode 2021-2024,

Laporan : Al Fadhal

Sejumlah Pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Bireuen dilantik Periode 2021-2024, pelantikan tersebut ditandai dengan penyerahan Bendera KNPI dari Ketua KNPI Aceh kepada Ketua KNPI Bireuen pada Sabtu, (15/01/2022) di Halaman Pendopo Bupati setempat.


Adapun yang dilantik hari ini  Muammar Kadafi S.Pd.I  sebagai Ketua. Sudirman Ismail S.kom. Bendahara, Hendri Suheri SE. Sekretaris Dan seluruh pengurus KNPI lainnya.

Turut hadir Bupati Bireuen Dr H Muzakkar A Gani, SH, M.Si, Forkopimda, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRK serta Tamu dan undangan lainnya.



Dalam kesempatan itu Ketua Pengurus Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh (PB-HUDA) Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab atau Tu Sop dalam tausiahnya menyebut, baik buruknya Bireuen kedepan sangat tergantung dari peran Pemuda, untuk itu para pemuda harus memiliki tiga kecerdasan wajib di implementasikan dalam semua pergerakan,yaitu Kecerdasan Spritual, Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan emosional. Dari ketiga kecerdasan tersebut, kecerdasan Spiritual adalah yang paling utama.


"Persoalan yang serius  harus dihadapi dengan serius pula, kita boleh enjoy, tapi jangan 24 jam enjoy. Maka saya datang hari ini karena serius menaruh harapan ini, sesungguhnya masa depan Biruen ada pada anak-anak muda, inilah yang kita harapkan," sebut Tu Sop yang juga Dewan Penasehat Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI).



Menurutnya bagaimana kita melakukan sebuah pergerakan tidak hanya sebuah wacana/Muharrik (Pergerakan), KNPI objektif di dalam melakukan pergerakan-pergerakan yang dapat memberi solusi karena, kalah cepat di dalam sebuah pererakan akan cepat kalah di Dalam persaingan, jelas Tu Sop.


Oleh sebab itu kita harus sadar saat ini kita di era Milenial dengan persaingan global, kita berada di era penjajahan gaya baru kalau kita tidak memperkuat perencanaan ke depan maka harus menerima resiko menjadi bangsa yang direncanakan orang berbahaya bagi anak-anak kita, berbahaya untuk Aceh jangka panjang dan Indonesia nantinya,  itulah harapan kita, terjemahkan itu secara benar dari segi aspek kehidupan, pemikiran dalam sikap dan perilaku kita, pinta Tu Sop.(*)

Sabtu, 26 Oktober 2019

Pagi Ini, Tu Sop Isi Pengajian Subuh Akbar Dan Mubahatsah Di Aceh Barat



Laporan : Al Fadhal

Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk. H. Muhammad Yusuf A Wahab atau Tu Sop pagi ini akan mengisi pengajian subuh akbar di Woyla dan Mubahatsah Ulama Dayah Aceh Barat (MUDAB) di Dayah Serambi Aceh Kaway XVI pada Minggu, (27/10) dini hari nanti. 

Hal ini disampaikan koordinator tim protokoler Tu Sop Tgk Bahri melalui pesan whatsapp yang dikirim ke Redaksi Sabtu, (26/10) malam. 
Bahri menyebut Ayahanda Tu Sop akan mengisi pengajian didua tempat yang berbeda. 

"Insya Allah Tu Sop subuh nanti akan mengisi pengajian Subuh Akbar pada pukul 04.00 wib dini hari di Masjid Ie Itam Baroh Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat,". Sebutnya. 

Dikatakan Bahri Acara ini diselenggarakan oleh Badan Kemakmuran Masjid Al Wustha Kuala Bhee dalam rangka memperingati tahun baru islam 1441 H dengan tema" Dengan semangat tahun baru Islam kita tingkatkan kepedulian sosial antar sesama". Selain itu acara shalat subuh, Zikir dan Tausiyah bersama ini turut dihadirkan Tgk Abdul Arif sebagai pimpinan zikir, Kadis Syari'at Islam Aceh Barat Tgk. H. M. Isa, S. Pd sebagai pembaca doa dan Tgk H Nurdin MK sebagai Imam. 

Pengajian Majelis Mubahatsah Ulama Dayah Aceh Barat 
Tu Sop dan Abiya Jeunieb pada acara penyerahan Rumah BMU 027 di Aceh Barat

Selesai Acara Subuh Akbar, Bahri menyebut pada pukul 09.00. Wib hari ini Tu Sop akan bertolak ke Dayah Serambi Aceh untuk mengisi acara Pengajian Majelis Mubahatsah Ulama Dayah Aceh Barat (MUDAB) di Gampong Meunasah Rayeuk Kecamatan Kawai XVI Kabupaten setempat. 

Majelis Mubahatsah akan membahas kajian kitab Mahal Jilid I dan Ghayah Usal Masalik i'lat sambungan bab Hadats. Acara ini juga bisa diakses melalui live streaming via fanpage Facebook resmi Tgk H M Yusuf A Wahab.(Al Fadhal) 

Senin, 31 Juli 2017

Pendengki Takkan Pernah Bahagia

Tu Sop bersama Abu Kuta Krung dan Abu Langkawe
Tusop.com - Berharap berada pada posisi terbaik dan menguntungkan dalam kehidupan, sah-sah saja. Sebagaimana sah saja setiap orang tidak ingin berada pada posisi terpuruk dan tidak menguntungkan. Tetapi, merasa tidak nyaman manakala orang lain berada pada posisi yang lebih nyaman adalah kekeliruan. Sebagaimana kelirunya merasa nyaman manakala orang lain terpuruk dalam ketidak-nyamanan.

Dengki, begitulah 'kekeliruan' ini biasa diistilahkan. 'Kelainan jiwa' yang ditegaskan Rasul akan melenyapkan nilai-nilai amal kebajikan laksana api meleyapkan kayu bakar ini ditandai dengan munculnya gelaja "SMS"; Senang Melihat Orang Susah atau Susah Melihat Orang Senang. Bila gejala ini sudah mulai dirasakan, sebaiknya harus segera dilakukan penanganan serius. Sebab jika tidak, akan berakibat fatal bagi kenyamanan hidup di dunia dan akhirat.

Bagi pendengki, kenyamanan hidup adalah sesuatu yang mahal. Sangat sulit didapat dan dirasa. Sebab orang yang di dalam hatinya tertanam dengki, batinnya senantiasa tersiksa oleh kemurahan Allah swt terhadap hamba yang dikehendaki-Nya. Dimana kucuran nikmat yang tiada henti itu akan dirasakan si pendengki sebagai cambuk yang menyakitkan.

Selama nikmat-nikmat Tuhan terus mengalir untuk hambanya, selama itulah pendengki harus kehilangan kebahagiaannya. Lantas kapan pendengki akan bahagia? Tidak. Tidak akan. Karena pendengki mustahil bahagia.

Senin, 06 Februari 2017

REVOLUSI AKHLAK


           “Era kebangkitan bangsa ini akan dimulai ketika akhlak terpuji telah meliputi dunia politik, sistem perekonomian, pendidikan, sosial budaya dan sebagainya. Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa revolusi akhlak adalah jalan menuju kebangkitan dan kejayaan. Institusi pendidikan, organisasi, para akademisi, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, santri, mahasiswa, politisi dan segenap elemen bangsa lainnya mesti terlibat secara massif dalam gerakan dan revolusi akhlak”   

Oleh Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab 

Ketua 1 Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA).
Ketua PCNU dan Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb, Bireuen.

          Negeri ini rusak bukanlah karena tidak adanya orang pandai. Orang-orang yang pandai di berbagai latar belakang keilmuan sangat banyak. Pertanyaan, kenapa negeri ini rusak, dan bahkan terus terpuruk dari waktu ke waktu? Dimanakah peran kaum intelektual untuk membendung realitas terjadinya kerusakan dalam berbagai tatanan kehidupan bangsa Indonesia dan juga Aceh dewasa ini? Sesungguhnya problem bangsa ini bukanlah pada faktor kecerdasan – intelektual, persoalan kita adalah kerusakan akhlak yang hari ini menjadi kekuatan yang dominan yang berbahaya dimana ia mengalahkan akhlak yang mulia. 

Maka tidak aneh ketika kita menyaksikan orang-orang yang kuat mengeksploitasi yang lemah, yang pandai mengeksploitasi masyarakat awam. Tidaklah cukup bagi bangsa ini meraih kemajuan sekedar berbekal kecerdasan, kepakaran dan ilmu pengetahuan dan teknologi – jika tanpa akhlak yang terpuji.

          Dalam bidang ekonomi, kerusakan akhlak menyebabkan terjadinya praktek kapiatalistik yang merubah wajah kaum cerdik cendekia menjadi predator bagi yang lain. Bagaimana kita memahami jika seorang yang paham ekonomi namun justru menciptakan sistem ekonomi ribawi yang menjerat leher masyarakat bawah? Inilah problem akhlak tercela. Dalam bidang politik, kerusakan akhlak menyebabkan politik hanya untuk memperkaya diri dan kelompok yang pada intinya hanya  menjadi sekedar alat eksploitasi masyarakat miskin. 

Dalam bidang pendidikan, kerusakan akhlak menyebabkan orientasi pendidikan berubah menjadi sekedar untuk kepentingan materialisme. Efeknya, pendidikan gagal melahirkan produk yang memiliki karakteristik Islami yang mampu menjawab tantangan zaman. Dan dalam bidang hukum juga demikian, ketika akhlak rusak maka hukum menjadi sebuah permainan yang jauh dari keadilan, karena telah dimanfaatkan untuk mengeksploitasi yang lain, menghancurkan orang-orang yang tidak disenangi. 

          Di balik itu, dekadensi moral seperti gaya hidup KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) saat ini telah membuat kerusakan di berbagai sendi pembangunan negara. Begitu juga, narkoba, perjudian, pergaulan bebas, pornografi dan pornoaksi sangat cukup menjadi penyebab kehancuran sebuah bangsa. Bahkan di level Aceh, hari ini kita mengalami kecemasan yang sangat besar ketika kita memperhatikan generasi muda kita yang tidak sedikit terjebak dalam dunia hitam Narkoba. Apa jadinya negeri ini jika kita mewarisakan generasi yang lemah dan rusak?

          Dalam kondisi yang memprihatinkan ini, tepatlah ketika Rasulullah Saw di masa hidupnya mempertegas fungsi kerasulan beliau, “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah Swt adalah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak manusia”. Misi inilah yang disebut sebagai Rahmatan lil ‘alamin. Apakah kecil tugas pembinaan akhlak? Tentu saja tidak. Sebab, realitasnya kerusakan akhlak menyebabkan kerusakan di berbagai sendi kehidupan. Berkata Syauqy Bey dalam sya’irnya, “Hidup dan bangunnya suatu bangsa tergantung pada akhlaknya, jika mereka tidak lagi menjunjung tingi norma-norma akhlaqul karimah, maka bangsa itu akan musnah bersamaan dengan keruntuhan akhlaknya”.

          Ketika akhlak runtuh, maka yang akan datang selanjutnya adalah kehancuran. Oleh sebab itu, melihat kembali pentingnya pembangunan berbasis akhlak adalah sebuah keniscayaan, keharusan dan bahkan juga kewajiban yang mendesak. Maka jawaban dari semua ini adalah “Revolusi Akhlak”. 

          Sungguh, kita tidak punya waktu lebih banyak lagi selain melakukan gerakan besar mencegah dekadensi moral dengan gerakan revolusi akhlak, sebuah gerakan mendasar yang harus dilakukan secara massif. Revolusi akhlak harus dilakukan dengan melibatkan seluruh sarana dan prasarana, memaksimalkan seluruh sumber daya manusia dan dengan waktu yang lebih ekstra. Sebab, jangkauan perbaikan akhlak ini sangat luas, meliputi seluruh tatanan kehidupan. Aspek sosial budaya, dunia perekonomian dan pasar, politik, pendidikan, keamanan dan sebagainya, semuanya membutuhkan sentuhan revolusi akhlak.

          Jangan lagi kita mendengar tugas perbaikan akhlak hanya dibebankan pada satu kelompok, dan bahwa akhlak terpuji hanya harus dimiliki oleh sekelompok santri. Kita membutuhkan revolusi akhlak yang meliputi seluruh status sosial dan strata di masyarakat, dari yang miskin sampai yang kaya, yang tidak berilmu sampai yang berilmu, yang tidak berpendidikan sampai yang berpendidikan hingga seterusnya.

          Kita betul-betul harus berjuang memancarkan cahaya akhlak Islam ke setiap sudut wilayah Aceh dan negeri ini. Pancaran sinar akhlak harus menyentuh hingga ke setiap pribadi manusia yang menghuni bumi Iskandar Muda ini. Kita harus memastikan bahwa masyarakat kita dalam status sosial manapun harus memiliki akhlak yang mulia, seperti malu, baik hati, jujur, sedikit bicara, banyak bekerja, meninggalkan segala hal yang tidak penting, berbakti kepada orang tua, silaturahim, sabar, bersyukur, lembut, dan pemaaf. Dan kita juga harus memastikan tidak ada lagi sifat-sifat buruk dalam diri kita dan masyarakat kita serta bangsa ini. Tidak ada lagi sifat pendendam, suka memfitnah, buruk sangka, mengumpat, mencaci maki, memutus tali silaturrahmi.
         
          Sesungguhnya akhlak terpuji yang dimiliki oleh rakyatnya niscaya akan menjadi modal besar sebuah bangsa untuk meraih kemajuan dan kebangkitan. Ketika akhlak terpuji telah menjadi gaya hidup sebuah bangsa, maka pastilah bangsa itu akan maju, berkembang dan memiliki citarasa peradaban. Apalah artinya jika ilmu pengetahuan maju, tapi tidak punya moral? Apa jadinya jika ekonomi kita maju, namun kita terjerat dalam hedonisme duniawi, dimana perintah Allah justru ditinggalkan?
         
          Namun demikian, revolusi akhlak bukan berarti akan meninggalkan cita-cita kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan. Akhlak terpuji akan mengawal kemajuan tersebut agar ia selaras dengan harapan Islam. Sebab, kita bukan hanya harus sukses di dunia, namun juga harus sukses di akhirat sekaligus. Tidak ada artinya sukses dunia namun gagal di akhirat. Sebab, akhirat adalah kehidupan abadi, sementara dunia adalah kehidupan sementara. Begitu juga, alangkah lebih baik jika di dunia kita sukses, dan di akhirat juga sukses. Itulah harapan Islam kepada kita.
         
          Orang yang memiliki akhlak yang bagus akan selalu terdorong untuk berbuat baik antar sesama. Sebab dalam doktrin akhlak, seseorang dituntut untuk istiqamah dalam prinsip-prinsip kebajikan walaupun kepada orang yang bersikap baik terhadap dirinya. Dan ini akan menjadi magnet yang dapat menarik keridhaan Allah swt sekaligus simpati orang-orang yang berinteraksi dengannya.
         
          Saat Rasulullah saw ditanyai oleh sahabatnya tentang pengertian akhlak, beliau mendiskripsikan bahwa akhlak itu adalah memberi kepada orang yang kikir kepada kita, menyanyangi orang yang membenci kita, bersilaturrahmi dengan orang yang memutuskan silaturrahmi dengan kita. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh para sahabat Rasul hingga mereka menjadi orang-orang besar. Bahkan namanya dikenang hingga sekarang.
          Orang yang tidak berakhlak cenderung tidak disenangi oleh siapapun. Tidak disenangi oleh Allah Saw dan Rasul-Nya, juga cendrung dijauhi oleh manusia. Hal ini dapat diukur dari diri kita sendiri. Bagaimana kita tidak menyenangi orang yang berkepribadian buruk, maka demikian pula orang tidak menyenangi kita saat kita tidak berakhlak.
         
          Maka mari bayangkan jika akhlak mulia telah dimiliki oleh berbagai komponen bangsa ini. Pastilah kita akan keluar dari segenap problematika kehidupan yang mendera bangsa kini. Era kebangkitan bangsa ini akan dimulai ketika akhlak terpuji telah meliputi dunia politik, sistem perekonomian, pendidikan, sosial budaya dan sebagainya. Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa revolusi akhlak adalah jalan menuju kebangkitan dan kejayaan. 

Institusi pendidikan, organisasi, para akademisi, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, santri, mahasiswa, politisi dan segenap elemen bangsa lainnya mesti terlibat secara massif dalam gerakan dan revolusi akhlak.  Sungguh, alangkah indahnya jika perjalanan hidup ini menjadi perjalanan ke syurga, dan saat itulah hasanah fiddunya dan akhirat bisa tercapai. Hal itu tidak akan terjadi tanpa mengintegrasikan akhlak dalam semua aspek kehidupan. Wallahu a’lam bishshawab.

Rabu, 31 Agustus 2016

Tu Sop: Mukmin Tidak Layak Menangisi Dunianya Yang Masih Kurang


Tusop.com | Bagi seorang mukmin, dunia dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya hanyalah tempat persinggahan untuk mencari bekal yang akan dibawa ke negeri nan abadi, akhirat. Maka kerisauan seorang mukmin sejatinya menggelora tatkala memikirkan nasib akhiratnya. Kucuran air mata harus di-tumpah ruah tatkala mengingat pedihnya azab bagi hamba-hamba yang terpedaya dengan kenikmatan dunia hingga lupa akhirat. Sebaliknya, senyuman seorang mukmin sejatinya sumringah tatkala membayangkan indahnya nikmat-nikmat surgawi yang disipakan bagi hamba-hamba yang taat dan senantiasa focus mempersiapkan akhiratnya semasa hidup di dunia.

Oleh karenanya, seorang mukmin sejati tidak layak menangisi dunianya yang masih kurang karena ia masih membutuhkan begitu banyak air mata untuk menangisi akhiratnya yang masih belum menentu. Biarkan dunia dengan segala keangkuhannya mendiskreditkan kita dalam sudut kehinaan (duniawi) karena kita masih kekurangan dunia. Jangan gentar! Karena dunia ini memang diciptakan sebagai ‘negeri kegundahan’. Sebanyak apapun pundi-pundi dunia dikumpulkan hingga kita disanjung-sanjung, diagung-agungkan oleh manusia tetap saja semuanya akan berakhir dengan kematian dan semua sanjungan itu sama sekali tidak memberi manfaat untuk akhirat kita.

Nasib setiap manusia di dunia sudah digariskan. Tidak akan bergeser walau se-inci pun. Seorang manusia yang ditakdirkan berlimpah ruah dunianya maka ia akan mendapatkan kemewahan di dunia. Seorang manusia yang ditakdirkan sempit kehidupannya maka ia tidak akan mampu bergeser dari apa yang sudah ditakdirkan. Namun kelapangan atau kesempitan dalam kehidupan dunia itu bukanlah soal. Kedua-duanya bisa dijadikan fasilitas untuk membangun akhiratnya yang lebih baik. Tetapi inti persoalannya adalah bagaimana bersyukur atas nikmat yang ada dan bersabar atas kesempitan dunia guna menjadikan apapun kondisi kehidupan kita di dunia sebagai modal menggapai kebahagiaan akhirat kelak.


“Jangan buang air mata untuk menangisi duniamua yang masih kurang. Tetapi simpan air mata itu untuk senantiasa bermunajah meminta pertolongan kepada Allah agar kehidupan dunia ini membawa kebaikan bagi akhiratmu”. 

Jumat, 26 Agustus 2016

Thuulul 'Amal Mematikan Semangat Berbuat Kebajikan [Intisari Pengajian Tusop di Mesjid Baitunnur Peudada]

Tusop.com | Thuulul ‘amal (panjang angan-angan) atau sebuah perasaan yang merasa diri masih lama hidup adalah benih penyakit yang bisa mematikan semangat seseorang untuk berbuat kebajikan.

Hal ini dikarenakan orang yang thaulul amal sering kali menunda-nunda kebajikan dan sibuk mempersiapkan segala kebutuhan hidup yang dianggapnya masih lama. Akhirnya, ia selalu memikirkan bagaimana mendapatkan apa yang dianggap menjadi kebutuhan esok hari dan lupa memikirkan tentang kebutuhannya jika esok ia mati.

Demikian intisari materi pengajian yang disampaikan Tgk H. Muhammad Yusuf A Wahab atau biasa disapa Tu Sop dalam pengajian rutin di Mesjid Baitunnur, Peudada, Kabupaten Bireuen, malam ini, Jum'at, 26/8.

Lebih lanjut beliau menjelaskan, Thaulul amal adalah perasaan hasil provokasi syaitan yang ingin menyesatkan manusia dari nilai substansi kehidupan dan mendorong manusia lalai dalam menjalani kehidupan.

Dan yang paling banter, syaitan membayang-bayangi kemiskinan dan kemudharatan hidup di masa yang akan datang. Sehingga dalam perasaan khawatir manusia bangkit untuk menyiapkan masa depan yang dianggap layak dan menyenangkan.

Padahal, lanjut Tu Sop, kematian lebih dekat dari apapun dengan setiap manusia. "Saat kita menghirup nafas, jangan pernah yakin bahwa kita akan selalu mendapat kesempatan untuk mengeluarkannya kembali. Karena betapa banyak saudara-saudara kita yang sudah menghirup nafas tapi tidak sempat mengeluarkannya kembali", tegas Tu Sop.

Kepada para ratusan jamaah yang memenuhi mesjid dan pelarannya Tu Sop mengajar agar setiap orang selalu membayangkan kematian dirinya akan segera datang. Hal ini untuk membangkitkan semangat dan bersegera berbuat kebajikan dan menumbuhkan rasa takut berbuat jahat karena sangat bisa jadi setiap detik yang dilalui adalah detik terakhir bagi kehidupan.

"Mari jalani kehidupan untuk mempersiapkan kematian. Apapun aktifitas yang kita lakukan, jangan biarkan ia kosong dari nilai kebajikan apalagi bernuansa maksiat dan dosa, nauuzubillah", pangkas Tu Sop. [admin tusop.com]

Selasa, 23 Agustus 2016

[Renungan-Tusop] Jalan ke Syurga Memang Tidak Gampang



Tusop.com | Perjalanan menuju surga merupakan sebuah perjalanan yang berat dan penuh lika-liku. Ibarat menerobos jalan terjal yang licin ditengah belantara dalam keadaan seorang diri dibawah hantaman hujan lebat sedang mengguyur. Sementara disaat yang sama, beban yang dipikul di pundak menggunung, pendakiannya jauh, jalanan penuh duri dan hewan-hewan buas yang kelaparan siap menerkam setiap saat.

Dalam kompleksitas problematika dan tantangan yang harus dihadapi, mau tidak mau, tidak ada pilihan lain, kita harus tetap melanjutkan perjalanan, tidak boleh menyerah agar sampai ke tujuan sebelum malam tiba dan tidak ikut tertinggal bersama mereka yang akan binasa.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi perjalanan menuju neraka. Dimana jalan yang dilalui datar dan mulus, tidak ada tantangan dan halangan yang harus dihadapi bahkan perjalanannya cendrung menyenangkan. Perbedaan kondisi ini jauh-jauh hari sudah digambarkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:

Ketahuilah, sesungguhnya surga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci (hawa nafsu) dan sesungguhnya neraka dikelilingi oleh hal-hal yang disukai (hawa nafsu)

Didalam hadist yang Rasulullah saw juga menggambarkan: 

Ketahuilah, sesungguhnya neraka itu berat (diraih) karena ketinggiannya dan sesungguhnya neraka itu ringan (didapatkan) karena kerendahannya

Surga memang dilingkari oleh hal-hal yang tidak disenangi. Ya, tidak disenangi karena tidak sesuai dengan tabiat nafsu dan syaitan yang cendrung menggiring manusia dalam kehancuran dan kebinasaan. Sementara neraka disekeliling ditaburi hal-hal yang disenangi.

Ya, disenangi karena bisikan nafsu dan syaitan yang menginginkan manusia sesat dalam menjalani kehidupan. Sehingga wajar perjalanan ke surga menjadi berat karena harus menanggung beban yang muncul karena melawan panggilan nafsu dan syaitan.

Sementara perjalanan ke neraka menyenangkan. Ya, menyenangkan karena sesuai dengan talbis (pengaburan) nafsu dan syaitan yang cendrung ingin menghancurkan kita.

Perjalanan ke surga memang sulit dan penuh beban. Wajar, karena surga adalah target besar yang harus digapai dengan perjuangan dan pengorbanan. Sementara perjalanan ke neraka memang gampang dan mulus.

Wajar, karena neraka adalah target rendahan yang bisa didapati oleh siapa saja, bahkan tanpa harus melakukan apa-apa. Dalam persoalan duniawi saja, hal-hal besar tidak gampang untuk didapatkan. Untuk mendapatkannya seseorang harus melalui proses panjang yang penuh lika-liku.

Sementara hal-hal kecil dan rendahan, bisa didapatkan oleh siapapun, bahkan tanpa harus menyisingkan lengan baju sekalipun. Dan esensinya, ketangguhan menahan beban dalam melewati tantangan-tantangan besar inilah yang menjadi ciri orang-orang besar.

Sebab orang besar tidak lahir dari proses perjalanan yang ringan. Tetapi orang besar lahir dari kesanggupan mereka melawan beban dan melewati tantangan-tantangan yang besar pula. Jika untuk mendapatkan hal besar duniawi saja butuh perjuangan dan pengorbanan, tidak mungkin untuk meraih surga yang jauh lebih besar dari apapun yang ada di dunia jalannya lempang.

Kamis, 18 Agustus 2016

Tu Sop: Mau Selamat? Jauhi Lima Hal Ini



BANDA ACEH - Pemimpin Dayah Babussalam Al-Aziziyah, Jeunieb, Kabupaten Bireuen, Tgk H M Yusuf A Wahab mengatakan, ada lima hal yang membuat seseorang muslim tidak akan selamat dalam menjalani kehidupan di dunia. Ironisnya, kelima hal itu kini telah membelunggu ummat Islam di dunia, termasuk di Aceh.

“Pertama, ummat Islam saat ini telah dibelunggu oleh pemikiran yang hanya terfokus kepada kehidupan semata dan lupa akan kematian,” ungkap Tgk M Yusuf (Tu Sop) dalam pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI), di Rumoh Aceh Kopi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (10/04/2013) malam.

Belunggu kedua, ujar Tu Sop, ummat Islam saat ini sangat cinta dengan kehidupan dunia sehingga mulai lupa dengan kehidupan abadi di akhirat. “Orang yang beriman itu harus menghindari dunia yang membelunggu kehidupan. Silakan mencintai dunia, tapi jangan sampai membuat kita terbelunggu sehingga lupa akan adanya kehidupan di akhirat kelak,” ujarnya.

Hal ketiga yang membuat seorang muslim celaka adalah, hobi berbuat dosa-dosa dan lupa untuk bertaubat. “Banyak contoh kita lihat akhir-akhir ini ummat Islam seakan sudah bangga dengan perbuatan maksiat, sehingga semakin tenggelam dalam lembah dosa dan lupa untuk bertaubat,” imbuhnya.

Ketua PC Nahdhatul Ulama (NU) Kabupaten Bireuen ini menambahkan, hal keempat yang membelunggu ummat Islam saat ini adalah kecintaan kepada pembangunan untuk kebanggaan di dunia, dan lupa membangun kuburan. “Kita berusaha keras untuk membangun rumah mewah, istana megah, dan fasilitas lainnya, tanpa sama sekali memikirkan untuk membangun kuburan atau pintu itu untuk menuju kehidupan akhirat. Padahal, kehidupan kita di dunia ini hanya sementara saja,” kata Tu Sop.

Yang terakhir, ummat Islam saat ini, termasuk di Aceh, hanya fokus berinteraksi sesama makhluk, tapi lupa untuk berintegrasi dengan Sang Khalik (Pencipta).

“Jadi, jika ingin selamat dalam menjalani kehidupan di dunia ini, maka hindarilah kelima hal itu. Caranya adalah dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Kita harus membuat dunia ini sebagai lahan investasi akhirat. Semua perbuatan dan pekerjaan kita di dunia ini harus bisa menjadi investasi untuk menjalani kehidupan di akhirat kelak,” papar Tu Sop.

Dalam pengajian bertema “Pengintegrasian nilai-nilai Islam ke dalam aspek kehidupan”, Tgk HM Yusuf A Wahab juga mengupas panjang lebar tentang kondisi penerapan syariat Islam di Aceh, yang menurutnya masih jauh dari ideal. Tu Sop berpendapat, penerapan syariat Islam di Aceh tidak akan berjalan maksimal, jika masih memisahkan agama dari hal-hal lain.

Hal ini berakibat pada terkotak-kotaknya pemahaman ummat Islam, seolah-olah pembangunan fisik tidak ada kaitannya dengan syariat. Padahal, kata Tu Sop, Islam tidak boleh terpisah dari semua aktivitas.

“Hukum taklifi, halal dan haram, menjangkau semua aktivitas mukallaf. Jadi tidak ada pekerjaan ummat Islam di dunia yang lepas dari hukum Allah,” ujarnya.

“Karenanya, agar syariat Islam di Aceh bisa kaffah, maka semua pihak harus ikut berperan. Bukan cuma tanggung jawab Dinas Syariat Islam, Badan Dayah, atau Baitul Mal saja, tapi semua jajaran Pemerintah Aceh dan rakyat Aceh harus mengambil peran untuk mewujudkan penerapan Syariat Islam. Kita harus tunjukkan kepada dunia, bahwa Islam itu adalah solusi bagi permasalahan yang sedang dihadapi dunia saat ini,” ungkap Tu Sop.

Pengajian yang dimoderatori dosen IAIN Ar-Raniry, Hasan Basri M Nur ini, dihadiri oleh kalangan wartawan dan masyarakat umum. Turut hadir Wakil Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia, M Nasir Nurdin, serta pekerja kemanusiaan asal Turki, Mehmed Ozay.(serambinews.com/zainal arifin m nur)

Tusop: Hindari Perbedaan Yang Menghancurkan Sesama Islam

Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab
Tusop.com, BANDA ACEH - Umat Islam di Aceh dalam kehidupannya di dunia diharapkan tidak saling menghancurkan sesamanya, dan terus bisa menjaga persatuan sehingga lahirnya kekuatan agar tidak mudah dikacaukan oleh musuh-musuh Islam yang ingin menciptakan kekacauan dan perpecahan di tengah umat ini.

Sementara terhadap berbagai perbedaan pendapat atau khilafiyah yang muncul, jangan melahirkan permusuhan sesamanya tapi, sebaliknya menjadi rahmat untuk saling menguatkan satu dengan lainnya dengan tetap berpegang pada tuntunan Al-Qur'an dan ajaran dari Rasulullah SAW.

Demikian disampaikan Tgk H. Muhammad Yusuf Abdul Wahab atau Tu Sop (Pimpinan Dayah Babussalam Al -Aziziyah Jeunieb, Bireuen) saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (30/9/2015) malam.

"Kita tidak ingin perbedaan yang saling menghancurkan. Kita ingin ikhtilafu ummati rahmah. Kita ingin perbedaan yang saling menguatkan. Bagai elemen mobil, berbeda, tapi saling menguatkan," kata Tgk. HM. Yusuf A. Wahab

Pada pengajian yang membahas tema, "Memahami Ahlussunnah Waljamaah" ini, Tu Sop menyerukan umat Islam semua beragama seperti yang dibawa oleh Rasulullah. Semua berada di garis yang lurus, yang membuat perjalanan hidup mati benar-benar ke surga, dan bukan neraka. Maka Rasulullah menyuruh mengikuti apa yang beliau bawa.

"Ma'ana alaihi wa ashhabi. Ini dasar Ahlusunnah wal jamaah. Pertama ikut Rasul. Kemudian, yang paling mengerti dan paling mampu menerjemahkan apa yang dimaksud oleh Rasulullah adalah sahabat. Jadi mengikuti sahabat artinya mengikuti Rasulullah. Agama itu diterjemahkan lewat teks dan lewat perbuatan. Kalau shalat diterjemahkan lewat perbuatan, kita tidak bisa. Karena kita tidak melihat Rasulullah. Yang melihat Rasulullah adalah sahabat. Sahabat memperlihatkan kepada tabiin. Tabiin memperlihatkan kepada tabi’ tabi’in. Begitulah seterusnya," jelasnya.

Maka, yang namanya Ahlussunnah Waljamaah dari generasi awal itu sangat mempertahankan silsilah mata rantai. Misalnya, ada yang pelajari satu ilmu, harus jelas gurunya siapa? Gurunya itu gurunya siapa? Dan gurunya itu siapa lagi gurunya? Hingga ke Rasulullah. Karena kalau lepas dari mata rantai itu, terjadi pemahaman-pemahaman yang berpotensi menyeleweng. Perawi hadis juga seperti itu.

"Ketika orang baca Al-Quran dan hadits kemudian beda pemahaman, yang beda bukan ayat dan hadits, tapi pemahaman. Maka ada ilmu untuk menguji kebenaran pemahaman tersebut, seperti ushul fiqh," sebut ulama muda Aceh ini.

Tu Sop menekankan kenapa perbedaan yang menghancurkan harus dihindari. Ini tidak baik bagi agama sendiri dan pemeluknya. Kedua, sumber yang benar adalah punya silsilah dari Rasulullah dan sahabat, tanpa mempertentangkan antara sahabat dengan Rasulullah. Misalnya, kita tidak boleh ikut sahabat, ikut Rasulullah saja, ini baru sunnah saja, belum jamaah. 

Padahal tidak ada pertentangan apa yang dilakukan Nabi dan sahabat, karena sahabat adalah generasi yang paling memahami Nabi. Bagai orang yang lihat mobil dari jauh, seolah-olah bertabrakan, padahal kalau kita lihat dari dekat, ternyata tidak bertabrakan.

"Khusus bagi kita dan apa yang terjadi, ada akibat pemahaman berbeda yang saling menghancurkan. Di saat dua hal berbeda dan saling mendominasi, bisa masuk pihak ketiga atau empat yang bermain. Sehingga yang menyerang la ilaha illa Allah, dan yang diserang juga la ilaha illa Allah," ungkapnya.

Maka kita perlu kaji bersama, kenapa Aceh di saat jayanya, saat kerajaan Aceh jadi kekuatan dunia, di saat mereka mengakui 4 mazhab, tapi untuk Aceh diambil satu, kenapa? Saat itulah Aceh kompak, Aceh maju, dan go internasional. Walau ada perbedaan, bisa diselesaikan, tanpa menghancurkan.

"Apa yang terjadi di Timur Tengah jangan sampai terjadi di Asia Tenggara, jangan di Indonesia, dan Aceh. Mari kita tafsirkan Ahlussunnah Waljamaah. Kita harus bedakan personalnya dengan konsepnya. Jangan mengukur Islam lewat muslimnya, apalagi muslim zaman sekarang. Mungkin kalau muslimnya sahabat, iya. Tapi muslim zaman sekarang jangan," harap Tu Sop yang juga Ketua I Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) ini.

Maka dalam hal itu, maunya kita mampu membangun pemikiran yang bijaksana, Ahlusunnah Waljamaah yang punya silsilah hingga ke Rasulullah, dengan metoda-metoda yang jelas. Kalau tidak komit dengan itu, maka siapa pun akan menyatakan ini dari Al-Quran, itu dari Al Quran, padahal itu menurut mereka sendiri, seperti yang dilakukan oleh kaum liberal.

Tgk Yusuf juga menjelaskan, masalah akan muncul ketika hadir yang menghancurkan pemahaman lain. Misalnya, orang di Aceh sudah ada satu pemahaman. Datang orang lain, mengatakan ini syirik, itu bid'ah, ini sesat. Tidak dimusyawarahkan dulu, ini syirik atau tidak. Tapi langsung menghakimi sendiri.

Misalnya, Ulama-ulama Aceh dulu mengatakan Allah SWT itu tidak bertempat dan tidak ada ruang dan waktu. Lalu datang yang lain mengatakan Allah punya tempat. Inilah sumber terjadi frontalitas. Ini sebenarnya perlu dihindari. Kalau dibiarkan, jadi arena pertarungan.

"Bijaksananya, kembali ke kepemimpinan Islam masa lalu. Dengan kafir aja bisa hidup. Jangan datang-datang menghancurkan yang sudah ada. Bagaimana bisa toleran jika terus menghancurkan yang lain. Kalau ada yang salah, ayo duduk bersama. Jangan sampai membuat masyarakat bingung," terangnya. (kwpsi.org)

Comments System

Disqus Shortname

Diberdayakan oleh Blogger.