Rabu, 02 Agustus 2017

Politik Yang Saya Jalani dan Hayati (Bagian 2)

(Catatan Pemikiran Politik Tgk H. M. Yusuf Abdul Wahab/Tu Sop)

Tgk H. Muhammad Yusuf Abdul Wahab / Tu Sop

Politik Sebagai Gelanggang Perjuangan

Tusop.com - Dalam persepsi kebanyakan orang, politik adalah ‘lahan garapan’ yang menghasilkan keuntungan rupiah. Dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki pengaruh yang bisa membuka kran rupiah karena memiliki akses ke lingkaran penguasa. Atau paling kurang, pundi rupiah atas nama “operasional” akan mengalir dari partainya sendiri tatkala ada kegiatan-kegiatan politik yang akan disukseskan.

Tak bisa ditampik, paradigma semacam ini memang sudah begitu mengakar dalam masyarakat ‘ammah. Namun tidak serta merta semua orang yang terlibat dalam politik bisa disamaratakan. Perjalanan waktu menegaskan bahwa diluar sana masih ada orang-orang yang ikhlas menjadikan politik sebagai lahan dakwah untuk memperkuat nilai-nilai kebaikan yang terkadang harus dilakukan dengan mengorbankan uang dan harta benda sendiri untuk menjalankan misi perjuangannya.

Dalam konteks ini, saya tidak memastikan bahwa orang tua saya dan teman-teman seperjuangannya adalah orang-orang hebat yang ikhlas berjihad di politik atau justru mereka termasuk orang yang sebatas mencari keuntungan di politik. Sebab apapun cerita, keihklasan seseorang tidak bisa ditebak karena ia tersembunyi di lubuk hati yang paling dalam. Namun bagaimana pun saya harus jujur bahwa sejauh yang saya ketahui, Abu dan beberapa teman seperjuangnya yang saya kenal, benar-benar orang yang ‘berjihad’ di politik dan untuk kebutuhannya mereka kerap mengorbankan harta bendanya sendiri.

Dalam kehidupan pribadi, orang tua saya bukan tipe orang yang melimpah harta bendanya. Bukan juga saudagar yang punya usaha menjanjikan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan keluarga. Beliau adalah sosok sederhana yang serba tidak berkecukupan. Jangankan untuk hidup mewah, mencari nafkah sehari-hari saja masih menjadi beban.

Kami sebagai anak-anak beliau memaklumi sesadar-sadarnya akan hal itu. Sebab yang terlihat dimata kami, sehari-hari beliau harus berjuang keras, berpacu dengan waktu untuk melayani umat, mengurus dayah yang beliau pimpin dan mencari nafkah untuk kami. Sehingga pantas saja, ketika kami meminta uang Rp. 20.000 misalnya, yang kami peroleh dari beliau kadang-kadang tidak sampai setengah dari yang kami butuhkan. Namun bagi kami, khususnya saya pribadi, hal itu sudah tidak menjadi beban. Sebab Ummi kami selalu memberikan semangat untuk kami bahwa Abu –sapaan kami untuk sang ayah- adalah tipe orang yang ‘mewakafkan’ diri untuk dakwah agama dan menghidupkan syiar Islam. Itu menjadi hal yang paling utama dalam hidup beliau.

Namun, suatu hal yang sulit dicerna pada saat itu, di tengah kondisi ekonomi pribadi yang rapuh, Abu kerap menyisihkan rezeki, terkadang malah menjual harta benda yang ada untuk kepentingan jihad politiknya. Kepada kami (anak-anak beliau), Ummi kami bercerita perihal betapa Abu berkorban untuk perjuangan politiknya. Cerita Ummi, Abu seringkali harus menjual hewan-hewan peliharaannya untuk berangkat mengikuti rapat-rapat partai atau kegiatan partai yang lainnya. Kadang-kadang Abu menjual ayam atau bebek, kadang pula Abu menjual biri-biri peliharaannya. Tergantung besaran biaya perjalanan yang beliau butuhkan. Untuk mengikuti kegiatan se-tingkat kabupaten –saat itu masih Aceh Utara- biasanya Abu menjual ayam atau bebek. Dan untuk mengikuti kegiatan di tingkat provinsi biasanya Abu menjual biri-biri atau kambing.

Sebagian orang, terlihat lebih sejahtera ketika bergabung dalam partai politik, tapi kenapa Abu justru malah menghabiskan uang sendiri sampai-sampai menjual hewan peliharaan untuk mengikuti kegiatan politik partainya? Saya membatin melihat apa yang Abu lakukan saat itu. Tidak hanya Abu, beberapa teman seperjuangannya setau saya juga kerap melakukan hal yang sama.

Setelah kemudian hari, saya mencoba menelusuri, saya simpulkan bahwa ternyata bagi mereka memasuki gelanggang politik berarti menapakai kaki di gelanggang perjuangan. Ya, perjuangan untuk bagaimana menjadikan politik sebagai instrumen mengokohkan implementasi nilai-nilai ideologis ke-Islaman serta pengamalan nilai-nilai warisan Rasulullah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara sistematis dan massif. Sehingga hitung-hitungan dalam politik adalah pahala, bukan rupiah. Pantas saja, mereka mencoba bertahan dalam politik walau penuh pengorbanan.

Bersambung...

15 Ulama Aceh Bertemu Surya Paloh, Tu Sop: Perbedaan Harus Saling Memperkuat Bukan Menghancurkan

Ulama Aceh Berpose Dengan Surya Paloh
Tusop.com – Jakarta | Sebanyak 15 ulama Aceh, Selasa (1/8/2017) diundang bertemu ketum NasDem, Surya Paloh. Pertemuan tersebut membahas masalah kebangsaan. Para ulama diterima di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat. Diantara 15 ulama tersebut turut hadir, Tgk H. Muhammad Yususf Abdul Wahab atau biasa disapa Tu Sop, Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb.

Seperti diberitakan detik.com, dalam wawancara dengan media online nasional tersebut, Tu Sop mengatakan pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi sekaligus membicarakan masalah kebangsaan. Beliau berharap dalam berbangsa tidak ada perbedaan yang dapat menghancurkan satu sama lain.

"Bagaimana elemen-elemen yang saling berbeda, kepentingan-kepentingan yang saling berbeda, bagaimana kita ramu dengan konsep Islam menjadi sesuatu yang saling memperkuat bukan saling menghancurkan. Kalau antar-elemen anak bangsa saling menghancurkan, yang hancur itu bangsa sendiri," ujar Tu Sop.

Portal acehtrend.co turut memberikan, Surya Paloh mengapresiasi Tu Sop yang menyampaikan gagasan persatuan umat Islam dalam rangka menjawab berbagai persoalan bangsa yang sedang menghinggapi Indonesia saat ini.

Tawaran konsep agar para stakeholder keluar dari eklusifitas, menurut Surya Paloh merupakan sebuah gagasan luar biasa. Apalagi pada pertemuan itu Tu Sop bicara secara blak-blakan namun tetap ilmiah dan argumentatif. (admin)


Sumber: detik.com dan acehtrend.co

Senin, 31 Juli 2017

Pendengki Takkan Pernah Bahagia

Tu Sop bersama Abu Kuta Krung dan Abu Langkawe
Tusop.com - Berharap berada pada posisi terbaik dan menguntungkan dalam kehidupan, sah-sah saja. Sebagaimana sah saja setiap orang tidak ingin berada pada posisi terpuruk dan tidak menguntungkan. Tetapi, merasa tidak nyaman manakala orang lain berada pada posisi yang lebih nyaman adalah kekeliruan. Sebagaimana kelirunya merasa nyaman manakala orang lain terpuruk dalam ketidak-nyamanan.

Dengki, begitulah 'kekeliruan' ini biasa diistilahkan. 'Kelainan jiwa' yang ditegaskan Rasul akan melenyapkan nilai-nilai amal kebajikan laksana api meleyapkan kayu bakar ini ditandai dengan munculnya gelaja "SMS"; Senang Melihat Orang Susah atau Susah Melihat Orang Senang. Bila gejala ini sudah mulai dirasakan, sebaiknya harus segera dilakukan penanganan serius. Sebab jika tidak, akan berakibat fatal bagi kenyamanan hidup di dunia dan akhirat.

Bagi pendengki, kenyamanan hidup adalah sesuatu yang mahal. Sangat sulit didapat dan dirasa. Sebab orang yang di dalam hatinya tertanam dengki, batinnya senantiasa tersiksa oleh kemurahan Allah swt terhadap hamba yang dikehendaki-Nya. Dimana kucuran nikmat yang tiada henti itu akan dirasakan si pendengki sebagai cambuk yang menyakitkan.

Selama nikmat-nikmat Tuhan terus mengalir untuk hambanya, selama itulah pendengki harus kehilangan kebahagiaannya. Lantas kapan pendengki akan bahagia? Tidak. Tidak akan. Karena pendengki mustahil bahagia.

Politik Yang Saya Jalani dan Hayati (Bagian 1)

(Catatan Pemikiran Politik Tgk H. M. Yusuf Abdul Wahab)

Tgk H. M. Yusuf Abdul Wahab / Tu Sop

Tusop.com - Bagi saya, politik memang bukan sesuatu yang asing. Jauh sebelum saya dilahirkan, politik sudah dulu masuk ke dalam rumah tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Diskusi-diskusi politik kerap menjadi hiasan bibir orang-orang yang bernaung di bawah atapnya. Rumah ‘santeut’ –istilah orang Aceh– yang terletak tak jauh dari stasiun kereta api Jeunieb itu menjadi saksi keseriusan orang tua saya bersama teman-teman seperjuangannya mendiskusikan berbagai dinamika politik yang berkembang saat itu. Orang tua saya, Tgk H. Abdul Wahab Hasballah – Abu, begitu kami (anak-anak beliau) biasa menyapa-, cerita orang-orang, sudah aktif berpolitik sebelum saya belum lahir. Saat itu beliau masih berjihad politik dibawah panji sebuah partai politik yang kala itu menjadi tempat bernaung mayoritas ulama dayah Aceh, Partai Tarbiyah (Perti).

Tgk H. Abdul Wahab
(Ayahanda Tu Sop)
Orang tua saya memang tidak dilahirkan sebagai politisi. Masa-masa mudanya lebih banyak dihabiskan menempa diri di majelis ilmu. Sebelum menikah dengan ummi saya, Hj. Zainab Muhammad Shaleh, “Ummi” biasa kami memanggilnya, beliau aktif belajar ilmu di dayah Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan asuhan ulama terkemuka Aceh, Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidi, biasa disapa Abuya Muda Waly. Selain sebagai seorang ulama besar Aceh yang memiliki tingkat pengetahuan agama di atas rata-rata, Abuya Muda Waly juga sosok ulama yang memberikan perhatian cukup serius pada dunia politik. Kala itu, Abuya dikenal sebagai tokoh sepuh di dalam partai Perti. Sudah barang tentu, sebagai seorang yang paham betul urgensitas ulama menguasai politik untuk memuluskan misi penguatan penerapan nilai-nilai Islam dan ahlussunnah wal jama’ah dalam kehidupan berbangsa, Abuya kerap memaparkan pemikiran-pemikiran beliau terhadap politik di depan murid-muridnya. Sehingga tak pelak, murid-murid beliau saat itu ikut terpanggil untuk berkontribusi mengembangkan misi Abuya dalam politik. Dan mayoritasnya, mereka mengikuti jejak dan teladan gurunya dengan ikut bergabung dalam partai Perti.

Sebagai murid yang kerap mendapat ideologi langsung dari Abuya, orang tua saya, Abu, ikut terdorong untuk memberikan perhatian serius pada politik. Dan kala itu, Abu bergabung dengan partai Perti. Untuk membesarkan partai inilah, Abu bersama teman-teman seperjuangannya berjuang keras sesuai kemampuan yang ada. Beliau kerap ikut dalam berbagai diskusi dan kegiatan-kegiatan politik kepartaian.

Sejak saya masih kecil, saya kerap melihat Abu duduk bersama teman-teman seperjuangan yang mayoritasnya pimpinan dayah membahas agenda politik. Mereka kerap duduk berdiskusi di teras rumah kami atau balai di depan rumah tempat para santri belajar. Kadangkala mereka berdialog dengan cukup serius hingga kening mengerut. Kertas-kertas bergambar mesjid dan bertulis “Perti” yang berserekan di halaqah majlis membuat suasana semakin ramai. Mereka berpikir keras bagaimana mengatur strategi untuk memenangkan partainya pada setiap agenda politik. Terkadang, diskusi mereka mengalir ringan dan santai sembari bercerita yang sesekali dibumbui canda tawa yang menggelegar. Mengingat momen itu, ingin sekali rasanya berada kembali duduk diantara mereka.

Ada banyak orang yang kerap bergabung mendiskusikan Perti saat itu. Namun saat itu, masih terlalu sulit bagi saya untuk menghafal setiap nama dan wajah mereka dikarenakan faktor umur saya yang masih belia saat itu. Yang saya kenal baik diantara mereka yang kerap bergabung dalam forum adalah Tgk Sya’wab Samalanga dan paman saya sendiri yang juga pimpinan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Ma’had Ulum Diniyah Islamiah (MUDI) Mesjid Raya, Samalanga kala itu, Tgk H. Abdul Aziz Muhammad Saleh yang biasa disapa Abon Samalanga. Selebihnya, saya tidak terlalu mengenalinya.

Bersambung...

Senin, 15 Mei 2017

Rizki; Yang Halal Lebih Berkah dan Nikmat

Siapa yang tak mau hidup kaya? Nyaris semua orang menginginkannya. Hanya segelintir orang yang benar-benar mampu memenej hati untuk membatasi diri dari pundi-pundi dunia. Walaupun sebenarnya kekayaan bukanlah suatu yang tercela jika ia dimanfaatkan untuk kebaikan dan dijadikan sebagai penunjang akhirat. Namun yang menjadi persoalan adalah ketika manusia menjadi ‘gila' kaya hingga akhirnya menghalalkan segala macam cara untuk menjadikan dirinya orang tajir bergelimang harta benda.

Orang yang gila kaya kerap terbutakan mata hatinya dari halal-haram. Baginya, halal-haram tidaklah terlalu penting untuk dipertimbangkan. Yang terpenting baginya adalah bagaimana birahi kaya dapat terpenuhi. Terserah bagaimana cara mendapatkannya. Dalam benaknya, menjadi kaya adalah tujuan. Tanpa menyadari bahwa hidup di dunia hanya sebentar. Setelahnya dunia beserta segala kesombongannya harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan sang pencipta.

Inti dari hidup di dunia sesungguhnya hanya sebagai tempat untuk menyiapkan bekal akhirat. Dan segala fasilitas dunia yang diciptakan Allah swt sejatinya diperuntukkan sebagai penunjang untuk memuluskan jalan menciptakan kehidupan akhirat yang menyenangkan. Kebutuhan dan fasilitas dunia bukanlah tujuan. Maka alangkah celakalah orang-orang yang justru terbutakan mata hatinya untuk harta benda dunia dan menghalalkan segala macam cara untuk mendapatinya.

Harta haram adalah ibarat najis. Ya, ibarat najis yang hanya disukai oleh hewan. Bergelimang dengan harta haram ibarat mengotori diri dengan najis. Tiada sedikit pun ada kemuliaan pada dirinya dalam pandangan iman. Celaka lagi, harta haram ibarat kayu bakar akhirat. Mengumpulkan harta haram samadengan mengumpulkan kayu bakar yang akan membakar kita sendiri di akhirat nanti.

Rasulullah saw bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari harta haram maka neraka lebih layaknya baginya” (alhadist)
Maka oleh karena itu, dalam mencari rezki, memilah halal haram sangatlah penting. Kita harus bisa memastikan bahwa setiap rupiah yang terkumpul adalah halal. Lebih baik sedikit tapi halal ketimbang banyak tetapi haram. Miskin lebih terhormat daripada kaya dengan harta yang haram.

Daging, tulang dan darah yang mengalir di dalam tubuh sangatlah suci untuk dikotori dengan yang haram. Rezki yang halal lebih berkah dan bermanfaat. Berkah untuk dijadikan sebagai penunjang kebaikan dengan menafkahkannya pada hal-hal yang bermanfaat untuk akhirat. Apa yang bisa diandalkan dengan harta haram? Ia tidak akan berkah untuk dinafkahi bagi keluarga dan anak istri, juga tidak bisa dimanfaatkan sebagai penunjang kebaikan.

Akhirnya kita harus memantapkan prinsip dalam hati bahwa lebih miskin tiada harta atau bahkan kelaparan ketimbang kaya dengn harta haram. Rezki yang halal lebih berkah dan bermanfaat. Walaupun sedikit, ia nya menjadi bekal ‘membeli’ akhirat. Ketimbang harta haram. Semakin banyak ia dikumpulkan maka akan semakin membumbung api yang akan membakar kita sendiri di neraka nanti. Nauzubillah. [Admin]

Jumat, 12 Mei 2017

Rizki; Antara Kebutuhan dan Kemauan

"Hidup memang bukan untuk cari rizki, tetapi rizki -tak bisa ditampik- ianya dibutuhkan dalam hidup"

Begitulah kalimat yang kerap dipakai orang-orang untuk menegaskan bahwa rizki memiliki peran yang vital dalam kehidupan manusia. Dimana-mana, kemana-kemana -sudah lumrah- orang-orang membutuhkan uang dan fasilitas penunjang. Untuk menghasilkan uang dan fasilitas penunjang inilah, orang-orang bergerak siang dan malam, bekerja, berikhtiar dengan berbagai cara sesuai kemampuan.

Tidak ada yang salah dengan rizki. Tidak ada yang salah pula dengan keseriusan orang-orang berikhtiar mencarinya. Manusia memang sudah seharusnya berikhtiar. Walaupun soal hasil itu sepenuhnya sudah digariskan tuhan, Allah swt. Allah swt sudah menetapkan jumlah dan cara manusia mendapatkannya. Tidak akan bertambah, tidak pula akan berkurang. Pula tidak akan berpindah tangan. Tinggal saja manusia tugasnya berikhtiar.

Namun dalam realitas kehidupan, rizki kerap menimbulkan persoalan dan beban. Sebagian orang selalu merasa dirinya kekurangan. Banyak hal yang ingin dipenuhi tetapi tidak kesampaian. Banyak ha yang ingin diraih tetapi gagal didapatkan. Masalahnya satu, tidak memiliki finansial (rizki) yang cukup untuk mendapatkannya.

Jika ditelisik lebih dalam, ada peroalan mengapa rizki menjadi persoalan dalam kehidupan. Yaitu adanya generalisasi yang memukul rata bahwa setiap yang diinginkan adalah kebutuhan. Padahal didalam sana, ada banyak kemauan berlandas nafsu yang diatasnamakan kebutuhan. Akhirnya manusia selalu kalangkabut mengejar keinginan yang tak kunjung habis dan berhujung mengeluh karena kecewa tak kesampaian.

Kebutuhan dan kemauan dalam perspektif iman adalah dua hal yang berbeda. Kebutuhan adalah segala hal yang mendasar harus terpenuhi dalam kehidupan secara mendesak. Seperti pangan, sandang dan fasilitas lain yang layak tanpa berlebihan. Sementara kemauan adalah penunjang hidup yang sejujurnya manusia tidak akan 'celaka' tanpanya atau ianya mejadi kebutuhan tetapi untuk jangka panjang.

Sejatinya, pemenuhan kebutuhan tidak terlalu menjadi persoalan yang menyisakan beban dalam hidup. Buktinya, sejauh kita sudah menjalani kehidupan, Allah swt senantiasa memberikan kita jalan untuk memenuhinya. Hanya terkadang butuh kerja keras dan kesabaran untuk menunggunya. Dan itu wajar! Keinginan dan kemauan lah yang menyeret kita dalam beban. Sebab orang yang memiliki banyak keinginan selalu merasa tidak cukup dan kekurangan. Wajar saja, karena yang namanya keinginan memang tidak pernah habis-habisnya hingga ajal. Akhirnya saban waktu, kita beban mengejarnya tanpa henti dan kecewa saat tidak mendapatkannya.

Untuk menyikapi persoalan rizki agar kemudian tidak menyisakan beban, ada hal yang harus dipahami.
Pertama, sebagaimana sudah disampaikan di atas, bahwa rizki manusia sudah ditetapkan Allah swt. Manusia akan mendapatkannya sesuai porsi yang sudah ditentukan dan dengan cara yang sudah ditentukan pula. Tidak akan bertambah, tidak akan berkurang, pula tidak akan hilang.
Kedua, mengurangi keinginan. Apalagi yang sangat berlebihan. Kita harus 'mamaksa' diri untuk mempadai diri dengan apa yang diberi Allah swt dan mengurangi kemauan untuk memiliki segala-galanya sebagaimana orang-orang. [admin].

Sabtu, 29 April 2017

Sabar Itu Indah Sekali


Tu Sop sedang menyampaikan ceramah nuzulul quran di Kemenag Prov Aceh, 2014

Hidup tidak selamanya berjalan seindah yang diharapkan. Keluh-kesah, suka-duka, senang-susah dan tangis-tawa silih berganti datang dan pergi dalam kehidupan setiap anak manusia. Kadang kala rasa bahagia hinggap menghadirkan senyum ceria. Kadang kala rasa sedih menyapa menyisakan tangis dan air mata. Itu semua biasa. Setiap orang juga pernah merasakan hal yang sama.

Keluh kesah dalam hidup itu sejujurnya ibarat riak di samudra. Tanpa riak-riak yang beralun itu laut terlihat menoton. Tidak indah dipandang mata. Keluh kesah dalam hidup itu ibarat bukit-bukit di dataran. Tanpa bukit-bukit yang menjulang itu dataran terlihat lesu tanpa ada panorama alam yang menyejukkan mata. Ya. Keluh kesah dalam hidup itulah sejujurnya membuat hidup indah-berliku. Tidak menoton. Tidak pula kaku ibarat batu-bata yang seragam besaran dan warnanya.

Namun benar adanya bahwa ketika kenyataan wujud tak sesuai harapan, kita harus mengelus dada, menahan luka. Tetapi sejatinya itu hanya soal persepsi semata. Ya. Hanya soal persepsi. Dimana kita belum mampu melihat warna-warna indah dibalik luka. Sebagaimana dibalik mendung yang gelap tersimpan pelangi yang begitu indah. Indah sekali. Hanya saja tinggal menunggu waktu ianya akan tiba.

Untuk menunggu tibanya keindahan inilah dibutuhkan ketegaran jiwa. Ketegaran untuk menghadapi cobaan dengan senyum. Senyum sumringah yang lahir dari keterlena-an memandang warna-warni indah dibalik cobaan yang memang terlihat suram. Orang-orang yang tegar jiwanya tidak akan terbebani dengan cobaan karena ia paham bahwa untuk mendapatkan pundi-pundi pahala sabar mesti melalui jalan cobaan. Bukankah pahala sabar itu cukup menggiurkan? Tanpa cobaan pahala itu tidak mungkin digenggam.

Dan sesungguhnya, ketika kenyataan tak sesuai harapan, kita patut melihat diri sendiri dengan teliti hingga mendapati bahwa kita sebagai manusia adalah makhluk yang lemah dengan segala keterbatasan. Kita hanya dapat melihat yang dhahir. Selebihnya kita hanya menerka-nerka. Sementara Allah swt Maha Mengetahui. Tentu apa yang ditakdirkan Allah itu yang terbaik buat kita. Walaupun terkadang sulit mendapatinya dan bisa mengakuinya seketika.

Allah swt berfirman: "“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (Qs. Al-Baqarah : 216) [Admin tusop.com]

Jumat, 10 Februari 2017

dr Pur di Mata Syaikh dari Gaza - Palestina



تبر فلسطين من أهم قضايا الأمة الإسلامية لمكانتها الكبيرة والعظيمة في عقيدتنا نحن كمسلمين من أهل السنة والجماعة ، ويقع على عاتقنا جميعا واجب النصرة وتحرير هذه الأرض المقدسة  لحقنا الأصيل فيها
 
Ahmed Tawfiq Al- Hajj
وفي هذه المقام نتقدم بالشكر الجزيل من الشعب الاندونيسي عامة ومن المؤسسات النشطة في نصرة قضية فلسطين على ما قدموه ويقدمونه دوما من أجل هذه القضية الإسلامية العادلة  ، واننا إذ نتقدم بالشكر من الجميع لا ننسى شكرا خاصا للأخوة في اللجنة القومية لنصرة الشعب الفلسطيني KNRP  الذين يقدمون أوقاتهم وجهودهم وأموالهم في سبيل نصرة هذه القضية ودعم الشعب الفلسطيني في الداخل والخارج 
 .
وأتقدم شخصيا بالشكر العظيم من الدكتور بورناما  dr Purnama  هذا الرجل العظيم والطبيب الناجح الذي يتقدم الصفوف دوما من أجل نصرة إخوانه في فلسطين بكل ما يملك ويرفع راية الدفاع عن هذا الحق في كل الميادين ، فهو مثالا للطبيب المسلم الذي يهتم بأمور الأمة الإسلامية في كل مكان ، فله كل الشكر والعرفان على وقوفه دوما بجانب المؤسسات الداعمة لفلسطين وكل الجهات الرسمية والأهلية التي تنصر قضايا المسلمين .
 dr Purnama

نعم الأخ الفاضل وفيه من الخير الكثير الذي أتمنى أن يخدم به أهله وإخوانه في آتشيه واندونيسبا وكل المسلمين ، واسأل الله له التوفيق والسداد والنجاح والرشاد في كل أموره العظيمة وأن يتقبل الله منه قي الدنيا وأن يعلي مكانته في الآخرة . اللهم آمين
 
والحمد لله رب العالمين
أخوكم / الدكتور أحمد توفيق محمود الحاج
فلسطين _ غزة

Terjemahannya :

          Persoalan Palestina merupakan persoalan besar umat Islam karena posisinya yang mulia dalam Aqidah kita Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Kewajiban kita  untuk membantu dan membebaskan tanah suci umat milik Islam. Saya sangat berterima kasih kepada Rakyat Indonesia secara umumnya dan juga kepada seluruh lembaga-lembaga kemanusiaan dalam membantu Palestina.
         
          Khususnya lagi terima kasih saya kepada saudara saya dari Komite kemanusiaan untuk Rakyat Palestina (KNRP) yang telah banyak meluangkan waktu, pengorbanan, serta harta mereka untuk membantu menyelesaikan persoalan-persoalan yang saat ini dialami oleh rakyat Palestina baik di dalam maupun di luar Palestina.

          Saya secara Pribadi juga berterima kasih banyak kepada dr. Purnama, pria ini luar biasa, seorang dokter yang sukses dan dibarisan terdepan dalam membantu saudaranya di Palestina dari semua yang dimilikinya. Dia salah satu contoh dokter muslim yang punya perhatian terhadap kaum muslimin disemua tempat.

          Saya berharap kepada Saudaraku dr Purnama untuk terus memberikan konstribusi untuk masyarakatnya di Aceh. Kita memohon kepada Allah agar beliau diberikan taufiq, hidayah dan sukses untuk semua urusan2 nya yang besar serta diterima semua amalannya di dunia untuk posisinya kelak di akhirat. Allahumma Amien. [dikutip dari Tabloid Arus Kebaikan]

          Saudaramu
          dr Ahmed Taufiq Mahmud al Hajj
          Palestine Gaza

dr Pur di Mata Prof. Dr. Bustami Syam dan Sejumlah Aktivis Lainnya



dr Purnama Setia Budi


Apa tanggapan sejumlah aktivis dan akademisi terhadap dr Purnama Setia Budi? Berikut rangkuman yang admin tusop.com peroleh dari tabloid Arus Kebaikan.

Mulai dari Prof Bustami Syam, Suhaimi M. Daud, Anwar Ebtadi dan Dr dr Rajuddin.





dr Pur di Mata Prof. Dr. Ir. Bustami Syam
________________________________
Ketika kuliah di Medan, saya dan dr. Purnama Setia budi Sp. OG tinggal bersama di Asrama mahasiswa Aceh dan Pesantren Miftahussalam, Pimpinan Abu Keumala. Didikan dan panutan Alm Abu Keumala (alumnus dayah Labuhan Haji Aceh Selatan) secara informal ini telah menempa tokoh muda dr. Pur, sehingga beliau mampu membangun hubungan dengan semua pihak, secara santun, terbuka, bertanggungjawab, dan bermartabat. 

Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME
Profesi yang digelutinya sebagai dokter tentu bersentuhan langsung dengan masyarakat. Nilai keramahtamahan, serta kepedulian akan pelayanan prima yang telah ditunjukkan selama ini, saya kira dapat dengan mudah diperluas dan ditingkatkan andaikata amanah sebagai pimpinan daerah mendampingi calon Bupati Bireun Ayah Sop dipercayakan kepada dr Pur.

Yang dibutuhkan Aceh saat ini, terutama Bireun adalah masyarakat yang berdaya saing. Ujung tombaknya adalah sekolah, universitas, dan pesantren. Itu dapat dilakukan jika kerjasama tripartit, yaitu Institusi pendidikan, pemerintah (daerah), dan masyarakat/industri bisa bersinergi dengan baik. Hanya di bawah kendali pimpinan daerah yang tepat yang mampu mengangkat Bireun menjadi Kabupaten yang diperhitungkan dan model bagi Aceh.

Karena itu, saya menilai dr Pur sebagai Cawabup Bireun sudah sangat tepat utk mendampingi Ayah Sop sebagai Cabup Bireun; sebuah perpaduan yang serasi insyaAllah. Ibarat kenderaan keduanya adalah supir dan wakil supir yang tepat, punya licence, tau arah perjalanan, sehat, santun, perhatian, dan yang terpenting punya komitmen utk membawa serta rakyat Bireun ke tujuan yang dicita-citakan.

Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME - Ketua Umum Yapim Miftahussalam Medan dan Ketua Umum DM Aceh Sepakat Sumut




Sama Sekali Tidak Ragu Kemampuan dr Pur
______________________________________

DR.dr.Rajuddin, SpOG,KFER
dr. Purnama Setia Budi SpOG  yang saya kenal merupakan anak muda yang cerdas dan visioner. Dari sisi kapasitas profesional, saya sama sekali tidak ragu dengan kemampuannya. Akan tetapi, yang jauh lebih menarik dari beliau adalah kecerdasan sosial dan komunikasi yang dimilikinya dlm membangun hubungan dgn banyak pihak adalah kelebihan yang patut saya acungkan jempol. Kemampuan ini sangat jarang dimiliki oleh kaum muda saat ini, apalagi ditunjang dengan profesinya selaku dokter spesialis. 

Karenanya, saya sangat mendukung beliau untuk mengisi posisi wakil bupati. Paling tidak, anak muda yang punya kapasitas hebat seperti dr. Purnama dapat menjadi jembatan antara yang muda dan para sepuh dalam bingkai pemerintahan di bireuen. Selain itu,  kehadiran dr. Purnama mudah2an bisa memberi inspirasi bagi anak-anak muda untuk terjun ke politik, untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik kedepan.

Dr. dr. Rajuddin, SpOG,KFER - Ketua POGI Aceh periode 2017-2020




Bisa Menyesuaikan Diri dengan Gaya Kepemimpinan Tu Sop
 _______________________________________________
dr Purnama Setia Budi SpOG menurut hemat saya tokoh muda yang sangat koperatif dan komunikatif dalam membangun hubungan dengan semua pihak, serta dikenal ramah dengan semua kalangan. 
Suhaimi Hamid, S.Sos

Ini merupakan modal besar dalam membangun Bireuen dimasa yang akan datang jika Allah menghendaki. Karena dalam memimpin satu daerah sangat dibutuhkan sikronisasi dan komunikasi dengan semua pihak, agar dapat didukung program-program yang akan dilaksanakan.

Selain itu dr pur, juga bisa membuat ide-ide berlian yang inovatif dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.  Hal ini telah diwujudkan oleh beliau dalam melayani masyarakat sebagai pelayan kesehatan masyarakat.  Saya melihat dr Pur juga bisa menyesuaikan diri dengan gaya kepemimpinan Tu Sop.  

 Saya yakin tidak akan terjadi "kreuh ban keu ngoen ban likot" dalam kemimpinan Tu Sop - dr Pur insyaAllah. Amiiin ya rabbal ‘alamiin. Faktanya, Hari ini kita melihat banyak kepemimpinan rusak oleh sebab tidak harmoninya antara pemimpin dan wakilnya..

Suhaimi Hamid, S.Sos - Politisi dan juga Aktifis Lingkungan Hidup Aceh.


Anwar Ebtadi


Kerja Pengabdian dr Pur Tanpa Mengenal Kasta
________________________________________

Sebagai generasi muda, secara pribadi saya sangat senang dan bangga, karena ada dari generasi muda yang maju dalam pilkada. Soal kalah menang hal yang biasa. Tapi keberaniannya untuk ikut kompetisi dalam Pilkada sangat luar biasa. Berani menyatakan diri bahwa kelompok muda berhak untuk maju, ini sebuah sejarah baru untuk perubahan.

dr.Purnama yang saya kenal adalah sosok yang sederhana, kerja pengabdian dalam bidang disiplin ilmunya tanpa mengenal kasta dalam pelayanan. Misi kemanusiaan selalu yang di utamakan. Kerja untuk ummat.

Anwar EbtadiAkademisi





Comments System

Disqus Shortname

Diberdayakan oleh Blogger.