Tu Sop Terpilih Sebagai Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh Periode 2018-2023




BANDA ACEH - Tgk HM Yusuf A Wahab atau yang akrab disapa Tu Sop akan memimpin Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) untuk lima tahun ke depan. Kepastian itu diperoleh setelah Tu Sop meraih suara terbanyak pada pemilihan Ketua HUDA Periode 2018-2023, Minggu (25/11). Tu Sop akan menggantikan Tgk Hasanoel Basri HG atau Abu Mudi yang sudah berakhir masa jabatannya.

Pemilihan ketua itu merupakan rangkaian kegiatan dalam Musyawarah besar (Mubes) ke-3 organisasi tersebut di Hotel Grand Aceh Syariah, Lamdom, Banda Aceh, 24-26 November 2018. Selain pemilihan ketua, musyawarah itu juga diisi dengan seminar internasional, zikir akbar, dan bazar.

Dari lima calon yang ditetapkan presidium, Tu Sop meraih 20 dari 25 suara. Sementara lima suara tersisa masing-masing diperoleh Tgk Hidayat Waly tiga suara dan Tgk H Baihaqi Yahya dua suara. Sedangkan dua calon lain yaitu Tgk H Anwar Usman Kuta Krueng dan Tgk H Hasbi Albayuni tidak mendapat suara.


Pemilihan Ketua HUDA yang diikuti 300 peserta tersebut berlangsung tertib dan aman. Dalam pembahasan tata tertib pemilihan, sebagian besar peserta mubes menginginkan voting, sehingga proses pemilihan dilangsungkan melalui voting.

Tu Sop Jeunieb seusai ditetapkan sebagai ketua terpilih menyampaikan terima kasih kepada seluruh utusan wilayah kabupaten/kota yang sudah memberi amanah kepadanya untuk memimpin HUDA periode 2018-2023. “Ini merupakan amanah yang harus kita laksanakan bersama. Kesuksesan semua program dan agenda HUDA tak lepas dari kebersamaan,” ujar Tu Sop yang juga Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb, Bireuen, kemarin.

Dibuka Plt Gubernur
Mubes HUDA ke-3 dibuka Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT, Sabtu (24/11) malam. Dalam sambutannya Nova berharap mubes tersebut dapat menghasilkan suatu kesimpulan terbaik dan berguna bagi umat.

Ia juga mengapresiasi HUDA yang dalam kiprahnya sudah memberikan kontribusi untuk kemajuan Aceh di berbagai Bidang. “Selama ini hubungan HUDA dengan Pemerintah Aceh sudah berjalan dengan sangat baik,” ujarnya,

Karena itu, Nova meminta agar HUDA terus menjadi mitra pemerintah. Sebab, hubungan ulama dan umara menentukan nasib Aceh ke depan. Terakhir, Nova meminta Dinas Pendidikan Dayah Aceh agar terus bersinergi dengan HUDA dalam hal apapun. “Nasihat dan kritikan dari ulama adalah vitamin dan penyemangat bagi Pemerintah Aceh,” demikian Nova Iriansyah.

Wakil Ketua Panitia, Tgk Hasbi Al-Bayuni, melaporkan, dua hari pertama acara berlangsung di Hotel Grand Aceh Syariah Lamdom dan hari terakhir pindah lokasi di Markas Besar HUDA di Desa Bayu Lamcot, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. “Rangkaian acara Mubes terdiri atas seminar internasional, pembahasan tata tertib mubes, pemilihan ketua baru, zikir akbar di Markas HUDA, dan bazar,” rinci Tgk Hasbi.


Tgk Hasanoel Basri HG (Abu Mudi Samalanga) dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Pendidikan Dayah Aceh yang sudah memfasilitasi hingga terselenggaranya Mubes HUDA yang ketiga. Abu Mudi berharap mubes tersebut bisa berjalan dengan sukses dan melahirkan pokok-pokok pikiran dari ulama Dayah untuk membangun agama, bangsa, dan negara dengan lebih baik dari yang sebelumnya.


Kadis Pendidikan Dayah Aceh, Usamah El-Madny SAg MM, mengatakan Dinas Pendidikan Dayah Aceh didirikan berkat dorongan dari ulama-ulama karismatik Aceh dari dayah. Karena itu, menurutnya, Dinas Pendidikan Dayah Aceh sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang memperteguh eksistensi ulama dayah di Aceh seperti Mubes HUDA kali ini.

Hadir dalam musyawarah tersebut, antara lain, Tgk Baihaqi Yahya (Baba Panton), Tgk Muhammad Yusuf A Wahab (Tu Sop Jeunieb), Tgk Tajuddin (Abi Lampisang), Tgk H Faisal Ali, Tgk Muhammad Amin Daud (Ayah Cot Trueng), Abiya Anwar Kuta Krueng, serta sejumlah ulama lainnya dan PW HUDA dari 23 kabupaten/kota se-Aceh.

Seminar
Sebelumnya, dalam seminar pada pagi kemarin, Tu Sop menyampaikan materi tentang ulama dan masyarakat Aceh yang konsisten berpegang teguh dengan Ahlussunnah wal Jamaah. Dia menceritakan perjuangan ulama setelah kemerdekaan yang menyebarluaskan pendidikan ke seluruh Aceh melalui dayah dan rangkang. “Ulama membimbing semua aspek mulai dari akidah, fikih, dan tasawuf,” ungkap Tu Sop.

Bahkan pada masa pascapenjajahan itu, lanjut Tu Sop, dayah mampu bertahan dengan semangat keikhlasan tanpa biaya apa pun. Dakwah tetap bisa berjalan meskipun sulit. “Lalu muncullah tafrid (liberalisme) dan ifrad (radikalisme) yang berbenturan di tengah masyarakat. Dua aliran ini saling bertentangan sehingga saling menghujat di antara sesama mereka,” katanya lagi.

Maka pada saat itu, kata Tu Sop, para ulama mengambil posisi menjaga keseimbangan dengan mazhab Ahlussunnah wal Jamaah yang sampai silsilah keilmuannya kepada Rasulullah saw. “Para ulama konsisten menjaga keseimbangan antara liberalisme sebagai ekstrem kiri dan radikalisme esktrem kanan,” jelasnya.


Tu Sop mengatakan, ulama merasa prihatin terhadap fenomena hari ini di mana Ahlussunnah wal Jamaah sebagai paham yang moderat, tidak diikuti oleh kader-kader terbaik negeri. Maka solusi yang harus ditempuh, katanya, yaitu melakukan ekspansi dakwah dan mengubah pola pemikiran. “Karena persoalan ini terjadi karena tidak ada kekuatan yang memadai terhadap dunia pendidikan. Inilah tugas terbesar yang harus kita revitalisasi,” demikian Tu Sop. (fit/jal)







Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.